Bertemu lagi dengan kami Konsultan Pajak Batam, kali ini kami akan membahas tentang Perpajakan Bea Cukai. Perpajakan bea cukai dikenakan pada barang-barang kena pajak yang berasal dari dalam maupun luar daerah kepabeanan. Aturan mengenai pajak tersebut telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 48/ PMK.03/ 2020 yang lalu. Barang-barang dari dalam maupun luar daerah kepabeanan tersebut dikenal sebagai ekspor dan impor.
Di dalam Permenkeu tentang perpajakan bea cukai tersebut dijelaskan tentang bagaimana tata cara penunjukan, pemungutan, pelaporan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap pemanfaatan barang maupun jasa kena pajak yang tidak berwujud baik dari luar daerah kepabeanan yang berada di dalam area pabean dimana perdagangannya melalui sistem elektronik.
Perpajakan bea cukai mengatur bagaimana tata cara pelaporan termasuk perhitungan pajak yang harus dibayarkan oleh para eksportir maupun importir. Barang ataupun jasa yang memenuhi syarat kena perpajakan akan dianggap ilegal jika tidak dibayarkan pajaknya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penjelasan lebih lanjut tentang apa itu perpajakan bea cukai akan dibahas lebih rinci berikut ini.
Baca Juga : Apa Itu Pajak Firma Hukum? Ini Penjelasan Lengkapnya
Apa Itu Perpajakan Bea Cukai?


Sumber foto : Blog.boxme.asia
Dilihat sekilas dari namanya saja mungkin Anda sudah bisa memperkirakan bahwa pajak ini berhubungan dengan kegiatan ekspor impor atau perdagangan antar negara. Ya, perpajakan bea cukai adalah jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan akibat pemanfaatan barang dan atau jasa kena pajak yang berasal dari daerah luar pabean dan berada di dalam daerah pabean melalui kegiatan perdagangan yang dilakukan menggunakan sistem elektronik.
Di dalam perhitungan besarnya jenis perpajakan tersebut menggunakan kurs pajak bea cukai. Maksud dari kurs pajak bea cukai yaitu kurs atau nilai konversi yang digunakan untuk dasar penilaian pengenaan pajak atas transaksi yang terjadi antar negara dengan menggunakan mata uang asing.
Kurs pajak bea cukai ini selanjutnya akan menjadi dasar perhitungan pada nilai pajak ekspor maupun impor yang berkaitan dengan bea masuk, bea keluar serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas suatu barang atau jasa.
Para eksportir maupun importir harus selalu melakukan pembaruan (update ) atas nilai kurs yang dimaksud dengan alasan bahwa semua transaksi yang dilakukan di wilayah negara Indonesia pembayarannya menggunakan mata uang Rupiah/ IDR. Nantinya pajak yang dikenakan juga dalam bentuk Rupiah sehingga pengkonversian akan memudahkan untuk mengetahui besaran pajak yang harus dibayarkan.
Oleh sebab itu tidak ada alasan apapun bagi wajib pajak yang melakukan kegiatan ekspor dan impor untuk tidak memahami kurs perpajakan bea cukai tersebut. Besaran kurs pajak akan ditentukan per minggu melalui KMK atau Keputusan Menteri Keuangan.
Sebagai contoh yaitu KMK Nomor 10 Tahun 2020 yang berisi mengenai nilai kurs yang digunakan sebagai dasar untuk pelunasan bea masuk, bea keluar, PPN barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah dan PPh yang berlaku dari tanggal 4 hingga 10 Maret 2020.
Peraturan tersebut merupakan contoh regulasi yang berlaku mingguan terkait dengan penetapan nilai kurs pajak bea cukai mencakup di dalamnya beberapa jenis perpajakan bidang ekspor impor.
Kurs pajak bea cukai berlaku untuk setiap transaksi yang dalam pembayarannya memakai mata uang asing yang harus dikonversi dulu menjadi mata uang rupiah (IDR) sebelum dimasukkan pada laporan perpajakan untuk diberikan kepada kantor pajak. Penjelasan tentang pengertian pajak bea cukai di atas diharapkan bisa membantu para eksportir maupun importir untuk lebih memahaminya.
Baca Juga : Tax Lawyer Indonesia Terbaik? Ini Pengertian, Tugas, Layanan dan Biaya
Jenis Barang Kena Pajak Bea Cukai


Sumber foto : Ocean-airfreight.com
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah jenis barang kena pajak bea cukai tersebut terdiri dari apa saja? Sebelum menyebutkan jenis-jenis barang tersebut tidak ada salahnya kalau kita lihat dulu apa yang dimaksud dengan bea cukai tersebut.
Bea adalah pungutan pajak yang ditetapkan pemerintah dan berlaku atas komoditas maupun barang dalam kegiatan ekspor dan impor. Tidak sebatas pada itu saja karena bea juga mungkin dikenakan pada jenis-jenis barang ataupun komoditas yang dirasa perlu terkena pajak. Bea dibedakan menjadi dua jenis, yang pertama adalah bea masuk dan kedua yaitu bea keluar.
Bea masuk berlaku untuk jenis-jenis barang yang didatangkan dari luar negeri dan masuk ke wilayah kepabeanan alias impor. Besaran nilai bea masuk ini tidaklah sama antara satu jenis barang dengan lainnya. Sementara itu bea keluar dikenakan kepada barang-barang ekspor sebagaimana telah diatur dalam undang-undang kepabeanan.
Sedangkan pengertian cukai adalah pungutan yang dikelola oleh negara dan dikenakan kepada barang-barang dengan karakteristik dan sifat tertentu sebagaimana diatur dalam UU Cukai. Meskipun di dalam masyarakat awam penggunaan bea dan cukai seringkali dianggap sebagai sebuah kesatuan tapi nyatanya keduanya memiliki pengertian yang berbeda.
Selanjutnya barang yang dikenakan cukai adalah komoditas tertentu yang bersifat konsumsi namun dalam peredarannya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian supaya tidak menimbulkan efek negatif pada masyarakat maupun lingkungan hidup.
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 beberapa jenis barang atau komoditas yang dikenakan cukai yaitu yang memenuhi sifat :
- Barang atau komoditas yang memerlukan pengawasan dalam peredarannya di pasar.
- Barang yang dalam penggunaan ataupun konsumsinya bisa menimbulkan efek negatif kepada masyarakat maupun lingkungan sehingga perlu untuk dikendalikan.
- Barang yang dalam pemakaian atau konsumsinya perlu diatur tersebut dikenakan pungutan pajak supaya kestabilan dan keseimbangan barang bisa terjaga.
- Barang yang pada pemakaian ataupun konsumsinya perlu dikendalikan dan diatur oleh pemerintah.
Adapun jenis barang-barang yang terkena cukai seperti karakteristik di atas antara lain yaitu :
1. Etanol atau Etil Alkohol
Etanol atau disebut juga etil alkohol merupakan cairan yang tidak memiliki warna, mudah menguap dan juga mudah meledak. Cairan jenis ini umum digunakan sebagai campuran minuman beralkohol, obat-obatan, campuran cat, spiritus bakar dan desinfektan. Pajak cukai akan dikenakan oleh pemerintah pada etanol dengan kadar 5% atau lebih dengan kisaran nilai sebesar Rp. 15 ribu hingga Rp. 20 ribu per liternya.
2. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol
Jenis komoditas kedua yang juga dikenai pajak cukai yaitu minuman dengan kandungan etil alkohol di dalamnya atau umum disebut minuman beralkohol (minuman keras). Nilai cukai yang dikenakan pada kategori ini tergantung dari kadar kandungan alkoholnya, yaitu :
- Golongan A yaitu jenis minuman yang mengandung alkohol sebanyak 5%.
- Golongan B yaitu minuman dengan kandungan etil alkohol atau alkohol antara 5% sampai dengan 20%.
- Golongan C adalah minuman dengan kadar alkohol melebihi 205%.
3. Produk dari Tembakau
Jenis komoditas kena cukai yang sudah umum diketahui oleh masyarakat dan sering digunakan sehari-hari adalah rokok. Ya, segala komoditas yang merupakan hasil produk tembakau termasuk barang kena cukai. Selain rokok, sigaret ataupun cerutu masih ada juga vape yang mengandung ekstrak tembakau di dalamnya serta tembakau iris.
Khusus untuk cukai pada produk tembakau digunakan pita cukai seperti yang umum didapatkan pada bungkus rokok. Cukai rokok dibayarkan dalam bentuk rupiah dan dihitung per satuan barang ataupun gramnya. Namun untuk komoditas yang termasuk hasil olahan tembakau lainnya dikenakan pajak sebesar 57% dari harga jual eceran yang ditetapkan produsen atau pabrik.
Baca Juga : Apa Itu Advokat Pajak? Ini Pengertian, Tugas, Layanan dan Biaya
Cara Menghitung Pajak Bea Cukai


Sumber foto : Kickrate.com
Seperti juga jenis pajak-pajak lainnya besaran pajak bea cukai juga harus dihitung dan dilaporkan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor Pajak Pratama. Dalam membuat perhitungan pajak bea cukai tersebut tentu saja tergantung dari kebijakan dan peraturan perundangan di masing-masing negara. Begitu juga Indonesia telah menetapkan cara menghitung pajak bea cukai sesuai dengan UU.
Pemerintah telah mengatur pungutan pajak bea masuk atas barang-barang impor sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 199/ PMK.010 Tahun 2019 mengenai ketentuan atas kepabeanan, cukai serta pajak impor barang kiriman. Barang yang diimpor atau dibeli dari luar negeri dengan harga kurang atau sama dengan Rp. 42 ribu tidak akan dikenakan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baru akan dikenakan kepada barang ataupun komoditas impor yang memiliki harga lebih tinggi dari Rp. 42 ribu. Adapun tarif pajak bea cukai tersebut dikelompokkan menjadi :
- 7,5 % untuk kategori barang umum.
- 15% – 20% untuk kategori produk tekstil serta tas.
- 25% – 30% untuk kategori produk sepatu.
Di negara kita Indonesia pajak bea cukai untuk barang impor di atas dijelaskan sebagai berikut :
- Barang dengan nilai impor kurang atau lebih kecil dari USD3 atau setara dengan Rp. 43.500 (dengan kurs Rp. 14.500 per USD) dibebaskan bea masuk tetapi akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
- Barang yang mempunyai nilai impor antara USD3 sampai dengan USD 1500 setiap kiriman, setara dengan Rp. 43.500 sampai Rp. 21.750.000 akan dikenakan bea masuk sebesar 7,5% serta PPN 10%.
- Barang dengan nilai impor melebihi USD 1500 (Rp. 21.750.000) setiap kiriman dikenakan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PDRI.
Kepada pihak penerima barang dengan nilai lebih USD 1500 tersebut wajib untuk menyampaikan Pemberitahuan Barang Impor (PIB) kepada pihak Bea Cukai agar diperhitungkan berapa besarnya pajak yang harus dibayarkan.
Supaya lebih mudah untuk dipahami berikut ini diberikan contoh bagaimana cara menghitung pajak bea cukai sesuai dengan peraturan perundangan yang ada di Indonesia.
1. Contoh I
Soimah membeli tas dari luar negeri yaitu Perancis seharga USD 1200 yang setara dengan Rp. 17.400.000. Biaya asuransi untuk tas tersebut sebesar USD 15 dan biaya pengirimannya USD25. Tas yang dibeli Soimah bukan termasuk jenis barang mewah kena pajak (PPnBM) maka perhitungan bea cukainya adalah sebagai berikut :
- Harga tas : USD 1200
- Asuransi : USD15
- Ongkir : USD25 +
- Total nilai impor : USD 1240
- Nilai impor dalam IDR : 1240 x 14.500 = Rp. 17.980.000
- Bea masuk : 20% x Rp. 17.980.000 = Rp. 3.596.000
Maka nilai impor tas setelah kena bea masuk adalah dengan menjumlahkan harga impor dalam IDR dengan bea masuknya.
- Total nilai impor yang harus dibayarkan = Rp. 17.980.000+Rp. 3.596.000
- Total nilai impor = 21.576.000
Selanjutnya lakukan perhitungan PDRI, yakni :
- PPN x nilai impor : 10% x Rp. 17.980.000 = Rp. 1.798.000
- PPh 22 x nilai impor : 10% x Rp. 17.980.000 = Rp. 1.798.000 +
- Total PDRI : PPN + PPh 22 = Rp. 3.596.000
Setelah itu jumlahkan semua nilai di atas untuk mengetahui total biaya yang harus dibayarkan atas impor tas Soimah tersebut.
Total yang harus dibayarkan : bea masuk + PPN + PPh 22
- Total biaya impor tas : Rp. 3.596.000 + Rp. 1.798.000 + Rp. 1.798.000 = Rp. 7.192.000
- Total uang yang harus dibayarkan untuk membeli tas dari Perancis tersebut oleh Soimah adalah :
Harga tas (nilai impor) + bea masuk + PDRI : Rp. 17.980.000 + Rp. 1.798.000 + Rp. 3.596.000 + 3.596.000 = Rp. 26.970.000
Dari perhitungan tersebut bisa diketahui bahwa Soimah harus membayar tas yang diimpornya dari Perancis dengan harga Rp. 26.970.000 setelah diperhitungkan pajak bea cukainya.
2. Contoh 2 :
Pajak bea cukai juga dikenakan kepada barang-barang yang dibeli secara online melalui e-commerce. Contohnya, Pak Jamal membeli softcase HP dari Cina seharga USD 2,5 dengan asuransi USD 1 dan ongkir USD 0,5. Karena harganya dibawah USD3 maka barang tersebut tidak dikenakan pajak PPnBM. Perhitungan belanja online Pak Jamal dengan pajak bea cukainya adalah :
- Harga softcase HP : USD 2,5
- Asuransi : USD 1
- Ongkir : USD 0,5 +
- Total nilai impor : USD 4
- Nilai impor IDR : Rp. 14.500 x 4 = Rp. 58.000
- Bea masuk : tidak dikenakan
- Total uang : Rp. 58.000
Meskipun tidak terkena PPnBM barang yang diimpor Pak Jamal tetap dikenakan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) dengan perhitungan :
- PPN : 10% x Rp. 58.000 = Rp. 5.800
- PPh 22 : tidak dikenakan = Rp. 0 +
- Total PDRI : PPN + PPh 22 = Rp. 5.800
Setelah itu hitung total uang yang harus dibayarkan oleh Pak Jamal saat membeli softcase HP online dari Cina, yaitu :
- Total belanja : total uang + PDRI
- Total belanja : Rp. 58.000 + Rp. 5.800 = Rp. 63.800
Jadi Pak Jamal harus membayar harga softcase HP yang dibelinya dari Cina melalui marketplace sebesar Rp. 63.800. Total harga tersebut setelah ditambahkan dengan nilai pajak bea cukai atas softcase impor yang dibelinya dari Cina.
Perhitungan pajak bea cukai bisa menjadi lebih besar jika barang yang dibeli merupakan golongan barang mewah. Barang kena pajak yang bisa digolongkan sebagai barang mewah antara lain :
- Barang yang bukan termasuk barang kebutuhan pokok
- Barang yang merupakan konsumsi oleh golongan masyarakat tertentu
- Barang yang pada umumnya menjadi konsumsi masyarakat dengan penghasilan tinggi.
- Barang yang dikonsumsi dengan tujuan menunjukkan status.
Prinsip pemungutan pajak barang mewah (PPnBM) adalah :
- Pajak hanya dipungut sekali (1x ) saja yaitu pada saat penyerahan barang oleh pabrikan ataupun produsen barang mewah.
- Impor barang yang masuk kategori barang mewah.
- Tarif pajak PPnBM minimal sebesar 10% dan maksimal 200%.
Kesimpulan
Perpajakan bea cukai adalah jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan akibat pemanfaatan barang dan atau jasa kena pajak yang berasal dari daerah luar pabean dan berada di dalam daerah pabean melalui kegiatan perdagangan yang dilakukan menggunakan sistem elektronik.
Itulah penjelasan mengenai perpajakan bea cukai yang biasanya dikenakan pada komoditas terkait kegiatan ekspor dan impor. Apa saja jenis barang yang kena pajak dan bagaimana cara perhitungan yang digunakan dalam pajak bea cukai tersebut secara lebih rinci bisa Anda dapatkan melalui Proconsult.id