Apa Itu Tindak Pidana Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya

Bertemu lagi dengan kami Jasa Konsultan Pajak Surabaya, kali ini kami akan membahas tentang tindak pidana pajak. Pengertian dari tindak pidana pajak adalah segala informasi yang tidak benar tentang laporan yang berhubungan dengan pemungutan pajak kepada Wajib Pajak. Informasi yang tidak benar tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara pengisian dan penyampaian SPT yang isinya tidak lengkap maupun tidak benar. Cara seperti ini tentu saja akan memberikan dampak kerugian kepada negara.

Tindak pidana pajak juga merupakan suatu perbuatan yang melanggar Undang-undang dan peraturan perpajakan di negara kita. Sebagai sebuah tindakan yang melanggar peraturan dan perundangan tentunya dapat membawa konsekuensi hukum kepada pelakunya. Konsekuensi tersebut bisa membuat Wajib Pajak terkena sanksi administratif, denda bahkan sengketa pajak di pengadilan.

Punya Masalah Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882

Untuk menghindari adanya tindak pidana pajak yang mungkin tidak sengaja dilakukan oleh Wajib Pajak ada baiknya meminta bantuan kepada ahlinya seperti konsultan pajak. Pemahaman mengenai informasi yang benar tentang UU perpajakan menjadi salah satu langkah mudah untuk menghindari adanya tindak pidana pajak tersebut.

Apa Itu Tindak Pidana Pajak?

Apa Itu Tindak Pidana Pajak?

Sumber foto : Accountancyage.com

Pada bagian pembukaan tulisan ini telah dijelaskan secara singkat apa itu tindak pidana pajak. Secara umum seperti dijelaskan di awal bahwa pengertian tindak pidana pajak adalah tindakan memberikan informasi yang tidak benar atau tidak sesuai dalam hal laporan pajak yang dipungut oleh negara kepada Wajib Pajak.

Tindak pidana pajak adalah tindakan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran kewajiban pajak dan biasanya dilakukan melalui cara penyampaian SPT Wajib Pajak. SPT tersebut berisi tentang laporan pajak yang sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi Wajib Pajak terkait dengan beban pajak yang harus dibayarkan.

Sudah jelas bahwa tindak pidana perpajakan merupakan tindakan yang melanggar peraturan dan UU karena penyampaian informasi yang tidak benar terkait beban pajak Wajib Pajak dapat menimbulkan kerugian kepada negara. Selain itu karena melanggar peraturan perundangan maka bisa dikatakan bahwa tindak pidana pajak merupakan sebuah tindakan yang melawan hukum.

Baca Juga : Pelanggaran Pajak: Jenis, Contoh Kasus dan Sanksi

A. Dasar Hukum Tindak Pidana Pajak

Negara telah mengatur tentang tindak pidana perpajakan tersebut melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. UU tersebut memuat tentang ketentuan umum dan juga tata cara perpajakan serta perubahannya. UU No. 6/1983 juga mengatakan bahwa tindak pidana perpajakan termasuk dalam peraturan yang dituangkan pada KUHP maupun peraturan perundangan yang lainnya.

Mengacu pada landasan hukum pidana perpajakan tersebut maka yang bisa melakukan tindakan pidana perpajakan tidak hanya sebatas pada Wajib Pajak saja. Tindakan pidana pada bidang perpajakan tersebut mungkin juga dilakukan oleh petugas pajak. 

Mengenai hal tersebut pemerintah telah menuangkannya melalui UU Nomor 6/1983 dan juga UU Nomor 28/ 2007 pasal 36A ayat ketiga (3). Secara garis besar UU tersebut berisi tentang bahwa pegawai pajak yang terbukti di dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan pemerasan dan atau pengancaman kepada Wajib Pajak dengan tujuan menguntungkan diri sendiri melalui tindakan melawan hukum maka akan terancam hukuman pidana sebagaimana yang telah dijelaskan dalam KUHP Pasal 368.

B. Subyek yang Mungkin Terkena Pidana Perpajakan

Mungkin sebagian masyarakat masih berpandangan bahwa ancaman sanksi pidana pajak hanyalah Wajib Pajak. Namun melalui penjelasan dalam landasan hukum tindak pidana perpajakan jelas dikatakan bahwa petugas pajak juga dapat terkena pidana jika melakukan tindakan melawan hukum dan melanggar Undang-Undang Perpajakan. Jadi kesimpulannya bahwa subjek yang mungkin saja bisa terkena ancaman pidana terkait tindakan pidana perpajakan yaitu :

  • Wajib Pajak.
  • Petugas Pajak.
  • Pihak ketiga yang pada sebelum, ketika ataupun sesudah terjadinya suatu tindakan pidana pajak ikut terlibat sebagai pembuat persiapan, ikut mempermudah dan atau memperlancar, menyembunyikan serta mempertahankan sesuatu yang merupakan hasil dari tindak pidana perpajakan.

Contohnya dalam hal ini konsultan pajak yang menyarankan dan melakukan pengisian SPT Wajib Pajak menggunakan informasi yang tidak lengkap atau tidak sesuai kenyataan.

C. Cara Pengungkapan Tindak Pidana Perpajakan

Lalu bagaimanakah caranya agar dapat diketahui apakah telah terjadi suatu tindakan pidana pajak atau tidak? Terdapat beberapa cara yang digunakan sebagai langkah dalam penyidikan tindak pidana perpajakan. Langkah-langkah tersebut dilakukan melalui cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Pajak

Langkah pertama untuk dapat mengetahui apakah telah terjadi sebuah tindakan pelanggaran pajak maka akan dilakukan proses pemeriksaan pajak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengumpulkan, mencari, mengolah data maupun keterangan lainnya dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak.

Tujuan lain pemeriksaan pajak tersebut yaitu untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Proses pemeriksaan pajak dilakukan oleh PNS dibawah naungan Ditjen Pajak maupun tenaga ahli yang ditunjuk dan diberikan wewenang oleh Ditjen Pajak.

Pemeriksaan pajak akan mencakup pemeriksaan lapangan atas suatu jenis pajak maupun seluruh jenis perpajakan tahun berjalan dan juga tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor Ditjen Pajak maupun secara langsung di tempat Wajib Pajak yang bersangkutan.

2. Pemeriksaan Bukti Permulaan

Dalam proses pemeriksaan pajak tersebut terdapat tahapan yang dinamakan pemeriksaan bukti permulaan. Maksud bukti permulaan adalah perbuatan/ tindakan, keadaan ataupun bukti yang berupa tulisan, keterangan, benda yang sifatnya dapat memberikan petunjuk bahwa terdapat indikasi kuat sedang ataupun telah terjadi sebuah tindakan pidana perpajakan.

Pemeriksaan atas bukti permulaan tersebut dapat dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyelidikan maupun Kanwil Ditjen Pajak. Hasil pemeriksaan atas bukti permulaan ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan tindakan pemeriksaan selanjutnya.

3. Penyidikan Pajak

Langkah selanjutnya yaitu dilakukannya penyidikan pajak yang bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti agar bisa menemukan siapa tersangka pelaku tindak pidana perpajakan. Penyidikan dilakukan oleh pejabat Ditjen Pajak dengan status PNS tertentu yang memiliki wewenang.

Pelaksanaan penyidikan dilakukan dengan dasar Surat Perintah Penyidikan dan harus ditandatangani oleh Kepala Kanwil Ditjen Pajak ataupun Dirjen Pajak. Sebelum memulai penyidikan pajak maka petugas penyidik wajin memberitahukannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian juga harus menyerahkan laporan hasil penyidikan tersebut. Selanjutnya JPU akan menentukan apakah kasus tindak pidana pajak tersebut apakah diteruskan ke Pengadilan atau dihentikan dengan persyaratan tertentu.

4. Penghentian Penyidikan

Bagaimanakah kondisi yang memungkinkan terjadinya penghentian penyidikan atas kasus tindakan pidana pajak tersebut? Penyidikan dapat dihentikan jika terjadi kondisi berikut ini :

  • Tidak ditemukan adanya bukti-bukti yang cukup.
  • Kasus yang disidik tersebut ternyata tidak termasuk dalam kategori pidana perpajakan.
  • Peristiwa yang terjadi sudah mencapai daluwarsa yaitu telah lebih dari 10 tahun terhitung sejak berakhirnya masa pajak terutang atau tahun pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
  • Tersangka kasus tindak pidana pajak sudah meninggal dunia.
  • Dengan pertimbangan atas kepentingan negara maka Menteri Keuangan dapat meminta kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan atas kasus tindak pidana pajak. Dalam hal ini syaratnya adalah Wajib Pajak harus melunasi utang pajak yang kurang atau tidak dibayarkan ditambah dengan sanksi administrasi yaitu denda sebesar 4x lipat dari jumlah utang pajak tersebut.

5. Penetapan Sanksi

Setiap tindakan Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan akan dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Ketentuannya adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang yang disebabkan oleh kealpaannya, yaitu :

  • Tidak menyampaikan SPT.
  • Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya ataupun tidak lengkap serta melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dari tindakannya tersebut dapat menimbulkan kerugian terhadap negara.

Pada kedua golongan tersebut akan dikenakan pidana kurungan paling lama satu (1) tahun ataupun denda paling banyak dua kali (2x) lipat dari jumlah pajak terutang yang kurang ataupun tidak dibayarkan. Namun pada perubahannya sanksi diatas menjadi pidana kurungan setidaknya tiga (3) bulan dan paling lama satu (1) tahun. Atau denda minimal sebanyak satu kali (1x) jumlah pajak terutang yang kurang maupun tidak dibayarkan.

b. Setiap orang dengan sengaja :

  • Tidak mendaftarkan dirinya ataupun penyalahgunaan dan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan atas Pengusaha Kena Pajak (PKP). 
  • Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
  • Menyampaikan SPT tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya ataupun keterangan yang tidak lengkap/ tidak benar 
  • Menolak dilakukannya pemeriksaan pajak
  • Memperlihatkan pembukuan, dokumen ataupun pencatatan lain yang palsu atau seolah-olah benar 
  • Tidak menyelenggarakan suatu pencatatan atau pembukuan, tidak meminjamkan ataupun tidak memperlihatkan catatan, buku, dokumen lainnya 
  • Tidak menyetorkan atau membayarkan pajak yang telah dipungut/ dipotong sehingga dapat menyebabkan kerugian pada pendapatan negara.

Kepada mereka tersebut akan dikenakan pidana berupa hukuman penjara paling lama enam (6) tahun serta denda paling tinggi empat kali (4x) jumlah pajak yang terutang atau tidak dibayarkan.

Sanksi tersebut diubah menjadi paling sedikit enam bulan (6) bulan dan paling lama enam (6) tahun serta denda minimal sebanyak dua kali (2x) lipat maksimal empat kali (4x) dari jumlah pajak terutang yang kurang maupun tidak dibayarkan serta denda.

Punya Masalah Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882

Landasan Hukum Pidana Perpajakan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa landasan hukum mengenai tindakan pidana pajak dituangkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983. Kemudian dasar hukum pidana perpajakan tersebut dikuatkan dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 pada Pasal 36A ayat ketiga. UU ini menjelaskan mengenai ketentuan umum serta tata laksana perpajakan.

Hukum pidana pajak sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 mencakup norma-norma tindak pidana perpajakan yang sesuai dengan ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundangan lainnya. Artinya disini bahwa semua proses penyidikan dalam kasus tindak pidana pajak haruslah sesuai dengan asas penegakan hukum pidana maupun asas-asas hukum pidana itu sendiri.

Undang-undang mengenai tindak pidana pajak merupakan kelompok pidana khusus yaitu bidang perpajakan sehingga aturan hukum yang sifatnya umum akan dikesampingkan. Dengan pertimbangan itulah maka penggunaan aturan tindak pidana umum sebagaimana yang ada pada KUHP dipakai untuk jenis tindakan pidana yang tidak termasuk sebagai kelompok pidana bidang perpajakan.

Melalui penjelasan tersebut bisa dilihat hubungan hukum pajak dengan hukum pidana sebagaimana yang tertuang dalam KUHP.

Baca Juga : Pengacara Pajak Indonesia Terbaik, Ini Biaya dan Cara Memilihnya!

Sanksi Pidana Pajak

Sanksi Pidana Pajak

Sumber foto : Klasing-associates.com

Pada bagian lainnya dalam artikel ini juga telah disebutkan apa saja hal yang bisa menimbulkan adanya sanksi pidana perpajakan kepada Wajib Pajak, petugas pajak maupun pihak ketiga lainnya yang turut serta membantu. Ketentuan mengenai sanksi pidana perpajakan tersebut dituangkan secara lebih rinci dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum Perpajakan tepatnya pada pasal 39, yang berisi :

  1. Tindakan ataupun perbuatan sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal tersebut yang dilakukan secara sengaja akan dikenai sanksi berat dengan pertimbangan bahwa peranan pajak untuk penerimaan bangsa sangatlah penting.
  2. Dalam tindakan ataupun perbuatan seperti yang dimaksudkan pada poin pertama tersebut termasuk juga berlaku bagi setiap orang yang sengaja tidak melakukan pendaftaran diri, menyalahgunakan maupun menggunakan tanpa hak yang sah atas NPWP dan juga pengukuhan PKP (Pengusaha Kena Pajak).
  3. Supaya pengulangan tindakan atau perbuatan yang dimaksud pada poin pertama dan kedua dapat dicegah maka bagi siapapun yang melakukan kembali tindakan tersebut dalam kurun waktu kurang dari satu tahun sejak selesai menjalani sebagian maupun keseluruhan hukuman penjara yang dijalani akan dikenai sanksi yang jauh lebih berat. Sanksi yang diberikan berupa 2x lipat sanksi pidana sebagaimana telah diatur dalam UU.
  4. Tindakan penyalahgunaan dan juga penggunaan tanpa hak sah atas NPWP ataupun PKP maupun penyampaian SPT yang tidak benar yang dilakukan dalam rangka restitusi ataupun permohonan kompensasi perpajakan dan pengkreditan pajak secara tidak benar dapat menimbulkan kerugian kepada negara. Sehingga tindakan tersebut akan masuk sebagai delik tersendiri dengan sanksi yang mungkin berbeda.

Baca Juga : Apa Itu Kuasa Hukum Pajak? Ini Pengertian dan Tanggung Jawabnya

Penyebab Timbulnya Sanksi Pidana dalam Perpajakan

Sanksi pidana atas terjadinya pelanggaran perpajakan dapat timbul karena adanya beberapa hal yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya sanksi pidana dalam perpajakan diantaranya adalah :

  1. Tidak membuat laporan atau menyampaikan SPT Pajak karena lupa ataupun penyebab lainnya.
  2. Melaporkan dan menyampaikan SPT dengan isi yang tidak sesuai kenyataan menggunakan dokumen yang dipalsukan atau seolah-olah benar.
  3. Secara sengaja tidak menyampaikan SPT.
  4. Menolak pemeriksaan yang akan dilakukan oleh petugas pajak.
  5. Melakukan tindakan penyalahgunaan NPWP.
  6. Tidak melakukan pencatatan atau pembukuan keuangan perusahaan dengan benar.

Contoh Kasus Tindak Pidana Pajak

Contoh Kasus Tindak Pidana Pajak

Sumber foto : Europarl.europa.eu

Di Indonesia sendiri masih cukup banyak contoh kasus tindak pidana pajak yang terjadi. Salah satu contoh kasus yang menyita perhatian adalah vonis yang diberikan kepada Sugito pada September 2021 lalu oleh Pengadilan Negeri Tangerang atas tindakan memberikan bantuan serta turut menerbitkan dan menggunakan faktur pajak dimana isi faktur tersebut tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya melalui beberapa perusahaan (Antaranews.com).

Selain itu, masih banyak lagi kasus tindakan pidana perpajakan yang dapat kita temui di berbagai wilayah Indonesia. Tentu kasus pidana semacam ini bukanlah merupakan tindakan yang baik. Karena tidak hanya mendapatkan sanksi namun juga membawa dampak buruk untuk pemasukan negara.

Kesimpulan

Kesimpulannya, tindak pidana pajak adalah semua perbuatan yang terindikasi melanggar peraturan perpajakan sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi penerimaan pajak negara seperti menyampaikan SPT yang datanya tidak sesuai kenyataan yang sebenarnya, tidak menyampaikan pembukuan perusahaan dan sebagainya.

Punya Masalah Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882

Pelaku tindakan pidana perpajakan akan dikenakan sanksi dari denda hingga hukuman penjara yang ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang yang menjadi landasan dalam masalah tersebut.

Yang perlu diketahui bahwa pelaku tindak pidana perpajakan tersebut bukan hanya terbatas pada Wajib Pajak saja melainkan juga mungkin dilakukan oleh petugas pemeriksa pajak ataupun pihak ketiga yang turut membantu, memperlancar dan juga menyiapkan dokumen tindakan pelanggaran pajak. Pihak ketiga yang dimaksud tersebut contohnya seperti konsultan pajak, akuntan publik, ataupun pihak-pihak lainnya yang terkait dalam tindakan tersebut.