Apa Itu Pajak Karbon? Ini Kebijakan Terbaru dan Perhitungannya

Bertemu lagi dengan kami Konsultan Pajak Jakarta , kali ini kami akan membahas tentang pajak karbon. Pemerintah berencana menerapkan kebijakan tentang pajak karbon mulai tahun 2022 sebagai upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim akibat polusi. Sudah cukup lama emisi karbon menjadi bahaya laten bagi kelestarian alam sehingga perlu dipikirkan bagaimana solusi tepat untuk mengatasinya. Apalagi memang Indonesia menyumbang emisi karbon yang cukup besar di tataran global. Jika ada kendala terkait pajak, hubungi instagram @alberthmandau.

Oleh sebab itu dengan adanya pajak karbon diharapkan perilaku industri yang menghasilkan emisi karbon bisa dikendalikan. Penerapan pajak karbon setidaknya bisa menjadi salah satu cara untuk ikut menanggulangi pencemaran yang mengakibatkan perubahan iklim baik lokal maupun global. Pajak tersebut akan mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 mendatang.

Pajak karbon adalah salah satu regulasi perpajakan yang dimuat dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan telah disetujui oleh DPR sejak Oktober 2021. Besaran pajak yang akan dikenakan tersebut adalah Rp. 30/ kilogram Karbon Dioksida ekuivalen (CO2e). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batubara menjadi sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon sedangkan untuk jenis industri lainnya menyusul.

Baca Juga : Apa Itu Pengungkapan Pajak Sukarela? Ini Penjelasan Lengkapnya

Apa Itu Pajak Karbon?

Apa Itu Pajak Karbon?

Sumber foto : Otomotif.kompas.com

Sebagai sebuah regulasi baru memang wajar jika masih banyak orang yang belum paham apa itu pajak karbon. Disebut-sebut bisa mengurangi dampak dari perubahan iklim (climate change) apakah benar pajak karbon efektif untuk diterapkan. Seperti kita ketahui bersama bahwa sudah sejak lama masalah perubahan iklim menjadi isu global yang cukup meresahkan.

Para aktivis lingkungan hidup prihatin dengan dampak perubahan iklim akibat terus meningkatnya polusi salah satunya disebabkan oleh emisi karbon. Itulah mengapa sepertinya memang sudah saatnya setiap negara di dunia mulai berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan mengurangi dampak emisi karbon.

Mengapa pajak karbon menjadi bentuk upaya dan solusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim? Semua akan lebih mudah untuk dipahami jika kita tahu pengertian pajak karbon itu sendiri. Pajak karbon adalah jenis pajak yang akan dikenakan kepada pemakaian bahan bakar dengan memperhitungkan kadar karbon di dalamnya sebagai acuan.

Bahan bakar yang dimaksudkan dalam pajak karbon atau carbon tax tersebut adalah bahan bakar jenis hidrokarbon seperti gas alam, minyak bumi dan batu bara). Bahan bakar tersebut didalamnya terdapat unsur karbon sehingga akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan senyawa berbahaya lainnya saat terjadi pembakaran. Pengertian dan definisi pajak karbon sendiri memang ada beberapa versi diantaranya yaitu :

1. Menurut IBFD International Tax Glossary

Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan kepada bahan bakar fosil sehingga industri ataupun kegiatan yang menggunakan jenis bahan bakar tersebut akan ditarik pajaknya.  Bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang mengeluarkan gas CO2 sebagai hasil pembakarannya.

Dari sisi lingkungan bahwa dampak dari dihasilkannya gas CO2 tersebut apalagi dalam jumlah besar bisa memicu pemanasan global yang diistilahkan dengan efek rumah kaca (greenhouse effect). Oleh sebab itu berdasarkan definisi IBFD International Tax Glossary tersebut bahwa semua aktivitas yang mengandung unsur karbon dan memicu terjadinya efek rumah kaca akan dikenakan pajak yang nantinya bisa digunakan sebagai retribusi.

2. Menurut Tax Foundation

Sementara itu menurut Tax Foundation bahwa pajak karbon termasuk dalam kategori pigouvian tax yaitu pajak terhadap semua kegiatan ekonomi yang mendatangkan eksternalitas negatif. Pada emisi karbon mendatangkan dampak pencemaran bagi lingkungan yang bisa mengurangi derajat kesehatan manusia.

Eksternalitas negatif sebagaimana dimaksud diatas yaitu setiap kegiatan perekonomian yang  bisa dampak negatif kepada pihak ketiga seperti masyarakat maupun lingkungan. Eksternalitas negatif tersebut bisa saja muncul ketika proses produksi, pendistribusian maupun konsumsi dari suatu produk tertentu.

Penerapan pajak karbon menyebabkan pihak yang membeli dan memiliki barang dimana proses pembuatannya menggunakan serta menghasilkan karbon akan menanggung beban biaya tambahan berupa pajak. Alasannya adalah karena kegiatan ekonomi tersebut memicu terjadinya kerusakan lingkungan baik skala lokal maupun global.

Dengan meningkatnya beban biaya akibat pengenaan pajak karbon maka diharapkan setiap industri bisa secara bertahap mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan dan energi terbarukan membantu mengurangi tingkat pencemaran udara akibat emisi gas karbon.

Jika merunut dari pengertian menurut Tax Foundation tersebut artinya ke depan bisa saja dikenakan pajak karbon kendaraan bermotor karena menggunakan bahan bakar fosil sebagai penggerak mesin. Tidak mengherankan jika saat ini orang-orang mulai lebih memilih mobil ataupun motor listrik yang ramah lingkungan tanpa adanya emisi karbon.

Baca Juga : Apa Itu UU HPP? Ini Penjelasan Lengkapnya

Kebijakan Pajak Karbon di Indonesia Terbaru

Kebijakan Pajak Karbon di Indonesia Terbaru

Sumber foto : Prysmiangroup.com

Emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran salah satunya bersumber dari industri-industri seperti pabrik yang menggunakan bahan bakar batu bara misalnya. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah industri seperti itu cukup banyak jumlahnya di Indonesia. Itu artinya negara kita ini menyumbang emisi karbon yang tidak sedikit pada dunia global.

Sebagai solusinya maka pemerintah menetapkan kebijakan pajak karbon yang dimulai per tanggal 1 April 2022 nanti. Sebagai langkah awal pemerintah akan menerapkannya pada sektor PLTU dengan batubara dimana besaran pajak karbon yang dipungut yaitu Rp. 30/ kg gas karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Kebijakan pajak karbon untuk sektor industri lainnya akan dikenakan secara bertahap sesuai skema dengan mempertimbangkan kondisi pasar karbon, kondisi perekonomian serta kesiapan dari sektor-sektor yang akan terdampak. Pajak karbon di Indonesia diterapkan berdasarkan pada asas keadilan serta keterjangkauan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan kalangan masyarakat kecil dan iklim berusaha.

Pengenaan pajak karbon tersebut berdasarkan pada skema batas emisi atau cap and tax terkait emisi karbon yang boleh dihasilkan dan dikeluarkan. Oleh sebab itu pemerintah menetapkan tarif pajak karbon dengan nilai yang setara dengan harga di pasar karbon yaitu minimal sekitar Rp. 30/ kilogram CO2e.

Pengenaan pada sektor PLTU tenaga batu bara diambil sebagai langkah awal yang spesifik dan di kemudian hari kemungkinan akan melebar pada bidang lainnya sehingga akhirnya bisa menjadi kontribusi positif pada green economy di Indonesia. Melalui UU HPP yang memuat tentang pajak karbon termuat pasal yang berpotensi membuka peluang menuju green economy di Indonesia.

Namun diharapkan penerapan pajak karbon di Indonesia sudah melalui pertimbangan dan kalkulasi yang matang supaya tidak justru menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Kita ambil contoh negara di Eropa yaitu Perancis yang menerapkan pajak karbon tanpa pertimbangan yang matang memicu terjadinya kemarahan di kalangan para sopir truk akibat naiknya harga BBM.

Sejak awal harus disadari dan diperhitungkan karena pengenaan pajak karbon akan menyebabkan kenaikan harga barang akibat ongkos produksi yang semakin mahal. Apalagi di tengah masa pandemi seperti ini daya beli dan tingkat perekonomian masyarakat juga mengalami penurunan cukup drastis. Dampaknya adalah beban para pengusaha semakin berat dan sulit bersaing secara global.

Oleh sebab itu pemerintah tidak serta merta menerapkan pajak karbon kepada seluruh aktivitas yang menghasilkan gas CO2e melainkan diawali pada sektor yang sangat spesifik lebih dulu. Kita bisa berkaca pada keberhasilan negara-negara lain dalam penerapan pajak karbon tersebut seperti Finlandia misalnya yang mulai menerapkan carbon tax pada tahun 1990 yang lalu.

Negara Eropa lainnya yang juga menyusul Finlandia dengan penerapan pajak emisi karbon sebut saja Swedia dan Norwegia yaitu satu tahun setelahnya atau pada 1991. Kemudian Inggris pada melaksanakan pemungutan pajak karbon sejak tahun 2013.

Bagaimanakah dengan negara-negara di Asia? India, Jepang serta Tiongkok merupakan contoh negara Asia yang menerapkan pajak karbon. Sedangkan untuk negara di wilayah Asia Tenggara yaitu Singapura baru mulai pada 2019 bersamaan dengan Afrika Selatan. Sementara Australia telah lebih dulu menerapkannya yaitu sejak tahun 2012.

Hasilnya pada negara-negara yang telah melaksanakan pajak karbon tersebut terjadi penurunan angka emisi karbon sekaligus peningkatan pada pendapatan negara yang berasal dari pajak. Sehingga melalui regulasi tentang pajak karbon yang akan segera dilaksanakan di Indonesia bisa membawa dampak yang positif juga sebagaimana pada negara-negara yang disebutkan di atas.

Perhitungan Pajak Karbon

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana skema perhitungan tarif yang akan dikenakan dalam pajak karbon tersebut. Masyarakat sebagai wajib pajak tentunya ingin mengetahui metode yang digunakan dalam perhitungan tarif carbon tax sehingga bisa memperkirakan berapa jumlah beban yang menjadi tanggungannya sesuai regulasi yang berlaku.

Perhitungan pajak karbon serta objek pajaknya nantinya akan diatur secara lebih jelas dan rinci melalui Peraturan Pemerintah (PP). Adapun ketentuan mengenai apa saja objek pajak karbon, cara menghitung pajak karbon, cara pembayaran serta mekanisme pengenaannya akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah dilakukannya koordinasi dengan lembaga terkait.

Sementara ini pemerintah mengacu pada UU HPP yaitu pada pasal 44G ayat keempat (4) dikatakan bahwa tarif pajak karbon tersebut ditetapkan paling rendah adalah Rp. 30/ kg CO2e ataupun satuan yang setara. Tarif tersebut lebih rendah daripada nilai yang diusulkan dalam RUU yaitu sebesar Rp. 75/kg CO2e atau menggunakan satuan yang setara.

Sebagai ilustrasi dalam perhitungan pajak karbon misalnya perusahaan yang menghasilkan emisi karbon sebesar 10 ton maka tarif pajak yang harus dibayarkannya adalah :

Tarif pajak karbon/ kg : Rp. 30

Tarif per ton : Rp. 30 x 1000

= Rp. 30.000/ ton emisi karbon

Tarif 10 ton : Rp. 30.000 x 10

= Rp. 300.000

Dari hasil perhitungan sesuai dengan ketentuan tarif dari pemerintah maka seseorang/ badan/ organisasi/ perusahaan yang menghasilkan emisi karbon sebanyak 10 ton CO2 maka besaran pajaknya adalah Rp. 300.000. Sedangkan objek pajak karbon yang masuk kategori adalah segala jenis barang yang mengandung unsur karbon di dalamnya maupun aktivitas yang menimbulkan emisi karbon dengan jumlah dan periode tertentu.

Hasil penerimaan negara  yang berasal dari pungutan pajak karbon tersebut nantinya akan dipergunakan untuk mengendalikan dampak perubahan iklim (climate change) yang bisa merusak lingkungan. Pengenaan pajak karbon mempertimbangkan serta memperhatikan peta jalan atau roadmap carbon tax dan juga pasar karbon itu sendiri. Peta jalan (roadmap) pajak karbon meliputi :

  • Strategi untuk menurunkan tingkat emisi karbon.
  • Sasaran terhadap sektor-sektor yang menjadi prioritas.
  • Keselarasan dengan dilakukannya pembangunan energi jenis baru dan terbarukan.
  • Keselarasan dengan berbagai kebijakan negara yang lainnya.

Siapa sajakah yang menjadi subyek dari penerapan pajak karbon tersebut? Orang yang akan menjadi subjek adalah mereka para wajib pajak orang pribadi maupun badan yang melakukan pembelian atas barang dengan kandungan karbon. Selain itu pajak dikenakan juga pada segala bentuk aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Pengenaan pajak karbon sebagai bentuk komitmen Indonesia setelah turut serta dalam ratifikasi Paris Agreement yaitu dengan menurunkan angka emisi GRK sebanyak 26% pada tahun 2020 dan sebesar 29% di tahun 2030 nanti. Angka tersebut diharapkan bisa menjadi lebih besar jika mendapatkan dukungan secara internasional.

Baca Juga : Apa Itu Pajak Perseroan? Ini Penjelasan Lengkapnya

Dampak Pajak Karbon

Dampak Pajak Karbon

Sumber foto : Purnomoyusgiantorocenter.org

Jika dilihat dari sisi kelestarian lingkungan memang pengenaan pajak karbon membawa dampak positif yaitu mengurangi cemaran emisi gas karbon yang berdampak pada perubahan iklim. Namun bagaimanakah dampak penerapan pajak karbon secara luas dalam kehidupan masyarakat terutama pengaruhnya terhadap sektor perekonomian.

Seperti penjelasan pada bagian awal bahwa pajak karbon termasuk kategori pigouvian tax dimana setiap aktivitas yang mendatangkan eksternalitas negatif akan dikenakan pajak. Atau dalam istilah lain bahwa pajak karbon ini akan diterapkan pada segala hal yang menghasilkan emisi dari bahan bakar fosil.

Oleh sebab itu pajak karbon akan dikenakan kepada beberapa kategori berikut ini :

  • Sesuatu yang mengandung unsur karbon misalnya bahan bakar.
  • Emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan secara langsung atau direct emission.

Sehingga dari kedua kategori tersebut di atas subjek pajak akan memiliki kewajiban untuk membayar pajaknya dengan berdasarkan kepada jenis maupun jumlah bahan bakar yang diproduksi ataupun dikonsumsi. Dengan kata lain pajak karbon yang dibayarkan berdasarkan pada jumlah kadar emisi GRK yang dilepaskan dengan menggunakan hasil pengukuran dan verifikasi sebagai acuannya.

Sebagai contoh jika pajak karbon dipungut dengan perhitungan gram CO2 pada setiap liter BBM fosil maka berpotensi untuk membuat harga premium menjadi lebih mahal daripada jenis pertamax. Tentu saja kenaikan ini bisa menambah beban biaya pada pengguna premium yang berasal  dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Selain bahan bakar kendaraan pengenaan pajak karbon atas pembangkit listrik yang menggunakan batu bara juga bisa membuat tarif dasar listrik mengalami kenaikan. Sementara itu listrik menjadi kebutuhan pokok bagi banyak sektor seperti industri selain dikonsumsi masyarakat umum.

Jika beban biaya listrik industri naik maka otomatis biaya produksi juga menjadi lebih mahal yang dampaknya membuat harga barang-barang ikut naik. Pada kehidupan masyarakat yang tengah terdampak pandemi ini kenaikan harga barang menjadi sesuatu yang memberatkan sehingga bisa memicu terjadinya konflik horizontal.

Oleh sebab itu berkaca dari keberhasilan beberapa negara menerapkan pajak karbon sebaiknya negara kita juga sudah melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya. Pajak karbon berbeda dengan jenis pajak lainnya sehingga membutuhkan metode yang efektif seperti pengukuran emisi karbon, model pelaporan pajak, verifikasi yang dilakukan pihak ketiga dan lain-lain.

Dan itu semua membutuhkan persiapan teknis yang matang sebelum diimplementasikan kepada masyarakat untuk mencegah adanya dampak negatif dari penerapan pajak karbon.  Melalui pertimbangan yang matang dan metode yang tepat diharapkan Indonesia bisa menyusul keberhasilan negara Kanada yang telah mampu meningkatkan besaran pajak karbonnya dari USD 23,88 menjadi USD31,83 tentunya dengan persetujuan dari masyarakat serta sektor bisnis yang terdampak.

Kesimpulan

Pemerintah berencana menerapkan kebijakan tentang pajak karbon mulai tahun 2022 sebagai upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim akibat polusi. Dengan adanya pajak ini, diharapkan perilaku industri yang menghasilkan emisi karbon bisa dikendalikan. Meski memiliki dampak yang baik, namun pajak karbon tetap mengundang pro kontra dikalangan masyarakat.

Meski begitu, dibalik pro dan kontra mengenai pajak karbon memang harus diakui bahwa hal tersebut masih menjadi satu langkah yang cukup efektif dalam membatasi serta menurunkan emisi karbon yang merusak lingkungan. Untuk informasi yang lebih lengkap dan terperinci mengenai pajak karbon tersebut bisa Anda dapatkan melalui Proconsult.id