Restitusi PPN Adalah: Syarat, Prosedur, Cara dan Contoh

Dalam dunia pajak, istilah restitusi PPN tentu sudah tidak asing lagi. Restitusi PPN adalah pengembalian biaya pajak PPN yang berlebih. Sementara itu, restitusi sendiri merupakan kondisi yang terjadi saat Wajib Pajak membayar pajak terutang dengan jumlah lebih besar dari angka semestinya. Kelebihan pembayaran pajak memang wajar terjadi dalam pemungutan pajak.

Dapat dikatakan bahwa restitusi PPN adalah bagian yang tak terpisahkan dalam penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).  Artinya, restitusi PPN merupakan pengajuan atau permohonan pengembalian pembayaran pajak berlebih yang dilakukan oleh PKP atau Pengusaha Kena Pajak. Untuk mengajukan restitusi PPN, tentu ada syarat, prosedur, dan tata cara yang harus dipenuhi.

Bingung Soal Restitusi PPN? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Sayangnya, masih cukup banyak orang yang belum memahami apa itu restitusi PPN sekaligus syarat dan prosedurnya. Nah, jika Anda adalah salah satunya, berikut informasi lengkap mengenai restitusi pajak PPN tersebut.

Apa Itu Restitusi PPN?

Apa Itu Restitusi PPN?

Sumber foto : Pajakku.com

Sebelum membahas mengenai apa itu restitusi PPN secara lengkap dan menyeluruh, ada baiknya untuk membahas PPN terlebih dahulu. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari suatu barang atau jasa dalam peredarannya dari pihak produsen ke konsumen.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri termasuk jenis pajak tidak langsung. Maksudnya adalah pajak tersebut disetorkan oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak. Dalam hal ini, penanggung pajak atau konsumen akhir tidak perlu menyetorkan pajak yang mereka tanggung secara langsung. Artinya, pihak yang menanggung beban PPN adalah konsumen akhir. Namun, mekanisme pengenaan pajak dilakukan melalui pemungutan oleh pihak lain yang ditunjuk sesuai UU.

Dalam suatu masa pajak, terdapat kemungkinan pajak masukan ternyata jumlahnya lebih besar dibandingkan pajak pengeluaran. Hal ini terutama bisa terjadi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan ekspor produk ke negara lain. Kelebihan pajak masukan tersebut merupakan hak dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga negara wajib mengembalikannya.

Baca Juga : Restitusi Pajak Adalah: Dasar Hukum, Cara dan Contoh Kasus

Ketika terjadi kelebihan pembayaran pajak, maka sudah menjadi hak bagi PKP untuk meminta kembali sisa kelebihan pajak masukan tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kelebihan pembayaran pajak tersebut adalah dengan mengajukan permohonan restitusi. Inilah yang selanjutnya disebut dengan istilah restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa restitusi PPN adalah pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan kata lain, restitusi PPN merupakan kondisi ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) menyetorkan sejumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lebih besar daripada PPN yang seharusnya terutang.

Restitusi PPN sebagai pengembalian pembayaran PPN yang berlebih dilakukan oleh negara kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini sesuai dengan aturan resmi restitusi PPN yang dimuat dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2018. Aturan tersebut menyatakan bahwa ketika jumlah kredit atau pembayaran pajak lebih besar dibandingkan jumlah yang terutang, maka DJP melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Syarat Restitusi PPN

Direktorat Jenderal Pajak menyebutkan bahwa Wajib Pajak berhak untuk mengajukan restitusi pajak atau pengembalian pajak lebih bayar atas dua syarat atau kondisi. Kedua syarat tersebut adalah telah melakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan telah membayar pajak dengan jumlah lebih besar dari jumlah semestinya.

Pada proses pengajuan pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak (PKP) bisa memilih untuk melakukan proses pengembalian pendahuluan terlebih dahulu. Proses ini dikenal dengan istilah restitusi biasa. Namun, proses pengembalian pendahuluan yang lebih cepat ini hanya bisa dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu saja. Dengan kata lain, tidak semua Wajib Pajak bisa melakukan proses restitusi biasa.

Untuk mengajukan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh PKP adalah harus memiliki nilai jumlah lebih bayar paling banyak sebesar 1 Miliar Rupiah. Hal ini sesuai dengan Pasal 17D Undang-Undang KUP serta PMK Nomor 39/PMK.03/2018.

Proses pengembalian tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan penelitian umum di masa mendatang dan memungkinkan dilakukannya kelanjutan pemeriksaan jika ditemukan data atau fakta baru. Setelah dilakukan proses penelitian, Direktorat Jenderal Pajak selanjutnya akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKKPKP) serta permohonan pengembalian pendahuluan PPM dengan jangka waktu paling lama 1 bulan.

Bingung Soal Restitusi PPN? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Prosedur Restitusi PPN

Prosedur Restitusi PPN

Sumber foto : Forshei.org

Berikut adalah prosedur dari restitusi PPN yang bisa Anda simak:

  1. Mengajukan permohonan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan dua metode. Pertama, mengisi SPT masa PPN dengan cara memberi tanda silang pada kolom ‘Dikembalikan’ atau ‘Restitusi’. Kedua, jika kolong ‘Dikembalikan’ atau ‘Restitusi’ pada SPT masa PPN tersebut tidak diisi ataupun tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, maka PKP dapat mengajukan surat permohonan secara terpisah.
  2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat melakukan pengajuan permohonan restitusi PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat PKP dikukuhkan.
  3. Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pengecekan terhadap permohonan yang diajukan oleh PKP. Setelah dilakukannya proses pengecekan oleh DJP, selanjutnya akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) akan diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak paling lambat setelah 12 bulan sejak surat permohonan pengajuan pengembalian kelebihan pajak diserahkan dan diterima secara lengkap oleh Direktorat Jenderal Pajak. Namun, ada pengecualian pada kegiatan tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Jika dalam jangka waktu 12 bulan setelah permohonan restitusi PPN diajukan oleh PKP kepada Direktorat Jenderal Pajak tidak kunjung mendapat keputusan, maka artinya permohonan restitusi PPN tersebut dikabulkan. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) akan diterbitkan oleh DJP paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu berakhir.

Pemeriksaan Restitusi PPN

Jika seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP) membayar pajak PPN dengan jumlah melebihi yang terutang, maka mereka berhak mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut. Namun, sebelumnya akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pemohon dengan tujuan agar dapat memutuskan layak atau tidaknya permohonan tersebut untuk dikabulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan aturan Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memeriksa permohonan pengembalian kelebihan pajak terlebih dahulu sebelum nantinya mengeluarkan surat pemberitahuan pengabulan. Hal ini sesuai dengan Pasal 17B Undang-Undang KUP. Namun, pemeriksaan restitusi PPN tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang menjalani pemeriksaan tindak pidana di bidang perpajakan.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari PKP tidak berlaku untuk beberapa kondisi. Pemeriksaan ini tidak berlaku terhadap PKP dengan kriteria tertentu sesuai Pasal 17C UU KUP, PKP resiko rendah sesuai Pasal 9 Ayat 4C UU PPN, seta PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai Pasal 17D UU KUP.

Setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan surat ketetapan dalam jangka waktu paling lama adalah 12 bulan sejak surat permohonan diterima dari pemohon secara lengkap. Apabila setelah jangka waktu tersebut Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka pengajuan permohonan pengembalian kelebihan pajak dianggap dikabulkan.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) akan diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak paling lama setelah 1 bulan dari jangka waktu yang telah berakhir. Setelah melakukan pemeriksaan atau penelitian dan mendapatkan dokumen pendukung yang diperlukan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengembalikan kelebihan pembayaran dengan menerbitkan SKPBL apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Pajak yang seharusnya tidak terutang sudah disetorkan ke kas negara.
  • Pajak yang dipungut sudah dilaporkan oleh pemungut dalam SPT masa PPN dari wajib pajak pemungut.
  • Pajak yang sudah disetorkan tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dikapitalisasi dalam bentuk harga perolehan, serta tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan PPh.
  • Pajak yang dipungut tersebut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak atau PKP yang dipungut pajak.

Bingung Soal Restitusi PPN? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Cara Restitusi PPN

Cara Restitusi PPN

Sumber foto : Klikpajak.id

Perhitungan Restitusi PPN harus dilakukan sesuai dengan aturan Undang-Undang. Untuk menghitung jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), terlebih dahulu harus menghitung selisih dari Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang bisa dikreditkan.

Jika pada suatu masa pajak, Pajak Keluaran jumlahnya lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisih tersebut merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atau disetor oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada Kantor Kas Negara. Jika terjadi kesalahan dalam pembayaran pajak PPN, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) bisa melakukan restitusi PPN dengan cara berikut:

1. Pengajuan  permohonan pengembalian kelebihan pajak disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan cara mengisi semua kolom yang tersedia pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau dengan membuat surat tersendiri. Surat tersebut kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak (PKP) itu dikukuhkan.

2. Surat permohonan tersebut dilampiri dengan dokumen-dokumen yang menyatakan adanya kelebihan dalam pembayaran pajak, meliputi:

Baca Juga : Kriteria kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN

a. Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang ada kaitannya dengan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ingin dimintakan pengembalian.

b. Untuk impor Barang Kena Pajak, maka harus dilampiri dengan:

  • Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  • Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) sepanjang masih termasuk dalam kategori wajib Laporan Pemeriksaan Surveyor.
  • Surat Setoran Pajak (SSP) maupun Bukti Pungutan Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

c. Untuk ekspor Barang Kena Pajak, maka harus dilampiri dengan: 

  • Wesel Ekspor maupun Bukti Transfer. 
  • Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
  • Bill of Lading (B/L) maupun Air Waybill.

d. Pada penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pihak Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), harus dilampirkan dengan: 

  • Surat Setoran Pajak.
  • Kontrak atau Surat Perintah Kerja.

e. Jika permohonan pengembalian kelebihan pajak yang diajukan merupakan kelebihan pembayaran dari kompensasi Masa Pajak sebelumnya, maka dokumen yang dilampirkan meliputi semua dokumen yang berkaitan dengan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa Pajak tersebut.

f. Berkaitan dengan permohonan yang diajukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan kriteria tertentu sesuai yang dimaksud pada Pasal 17C Undang-Undang KUP, maka lampiran yang dimaksud pada butir a sampai dengan d tidak perlu disampaikan. Kecuali jika permohonan pengembalian kelebihan pajak tersebut meliputi kelebihan pembayaran yang diakibatkan oleh kompensasi Masa Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak (PKP) ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan kriteria tertentu.

Contoh Restitusi PPN

1. Perusahaan Dikenai Pajak Barang Ekspor dengan Tarif 0%

Dalam rangka mendorong kegiatan ekspor, ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan pajak. Dengan kata lain, ekspor Barang Kena Pajak tersebut dikenakan pajak dengan tarif sebesar 0%. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah termasuk dalam harga barang yang diekspor bisa dikembalikan kepada perusahaan tersebut.

Untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dalam suatu masa pajak melaksanakan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak, atas adanya kelebihan pajak masukan yang diakibatkan karena ekspor tersebut bisa mengajukan permohonan pengembalian pajak pada setiap masa pajak. Permohonan pengembalian kelebihan pajak bisa dilakukan sepanjang pajak masukan tersebut asalnya dari perolehan Jasa Kena Pajak atau Barang Kena Pajak dari Barang Kena Pajak yang telah disetorkan.

Contohnya adalah PT. Maju Jaya Bersama melakukan ekspor barang non-migas ke luar negeri. Barang non-migas tersebut seharusnya tidak dikenai pajak atau pajak sebesar 0%. Seharusnya, perusahaan tidak perlu dikenai PPN pada saat melakukan ekspor barang tersebut. Namun, pada praktiknya seringkali terjadi kekeliruan dimana perusahaan tetap dikenai tarif pajak. Dalam hal ini, maka perusahaan dapat mengajukan pengembalian atas pembayaran pajak yang seharusnya 0% tersebut dengan melaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Baca Juga : BARANG HASIL PERTANIAN TERUTANG PPN

2. Terjadinya Kekeliruan Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Pengeluaran

Perhitungan pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran dapat disebabkan oleh adanya kekeliruan pemungutan pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kondisi seperti ini disebut dengan kelebihan pembayaran pajak karena terjadinya pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

Sesuai dengan Pasal 28 ayat 3 dan Ayat 4 PP No 50 Tahun 1994, pada kasus ini yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak adalah pembeli atau penerima produk maupun jasa selama pajak masukan tersebut belum dibebankan menjadi biaya ataupun belum dikreditkan jika pembeli atau penerima jasa tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sebagai contoh, PT. Maju Sukses Bersama melaporkan pajaknya kepada kantor pajak. Namun, karena terjadi kesalahan dalam menghitung pajak, maka pajak yang harus dibayar oleh perusahaan tersebut menjadi lebih besar dari jumlah pajak yang semestinya dibayar. Dalam hal ini, Perusahaan Kena Pajak (PKP) tersebut bisa melakukan pengajuan pengembalian kelebihan pajak sepanjang memenuhi syarat-syarat sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Kesimpulan

Pengetahuan mengenai syarat, prosedur, dan tata cara mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memang harus dikuasai oleh para pengusaha sebagai Wajib Pajak. Tujuannya adalah untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti membayar pajak dengan jumlah lebih banyak dari pajak yang seharusnya. Jika terjadi hal ini, maka sangat disarankan untuk melakukan restitusi PPN. Namun, prosedur restitusi PPN juga harus dipahami agar bisa dijalankan dengan baik dan memberikan hasil memuaskan.

Bingung Soal Restitusi PPN? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Agar langkah restitusi PPN yang ingin Anda lakukan bisa berjalan lancar, sebaiknya gunakan jasa konsultasi pajak terpercaya seperti . Dengan menggunakan layanan jasa restitusi pajak, maka masalah perpajakan perusahaan Anda akan ditangani dengan baik dan bisa diselesaikan sesuai dengan prosedur yang tepat. Segera konsultasikan masalah perpajakan perusahaan Anda agar bisa diatasi dengan segera sesuai aturan perundang-undangan.