Bertemu lagi dengan kami Konsultan Pajak Jakarta, kali ini kami akan membahas tentang Restitusi Pajak. Restitusi pajak adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Bicara mengenai pajak, tentu tidak terlepas dari restitusi pajak. Bagi kalangan individu atau perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Untuk lebih jelasnya, hubungi instagram @alberthmandau.
Tujuan restitusi pajak adalah sebagai bentuk upaya transparansi perhitungan pajak, sehingga bisa saling menguntungkan antara negara dengan warganya. Untuk melakukan restitusi pajak, tentu harus sesuai dengan tata cara dan dasar hukum yang berlaku.
Bingung Soal Restitusi? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882
Tentunya, tidak semua orang memahami mengenai dasar hukum serta tata cara restitusi pajak. Sebab, restitusi pajak adalah prosedur permohonan pengembalian kelebihan pajak yang cukup rumit. Maka dari itu, penyelesaian restitusi pajak biasanya membutuhkan bantuan konsultan pajak. Lantas, apa itu restitusi pajak dan bagaimana tata caranya?
Apa Itu Restitusi Pajak?
Restitusi pajak dapat diartikan sebagai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak kepada pihak negara. Dengan kata lain, restitusi pajak adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh negara kepada warga negaranya. Pengembalian kelebihan pajak melalui restitusi merupakan hak bagi semua Wajib Pajak.
Pengembalian pajak atau restitusi pajak sendiri tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Pasal 17 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang tersebut telah diubah beberapa kali dengan hasil akhir Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang disebut dengan UU KUP.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, restitusi pajak disebut sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dengan kata lain, negara mengembalikan pajak atau membayar kembali pajak yang sudah dibayar oleh warga negara. Hak restitusi pajak oleh warga negara timbul apabila terdapat kelebihan pada saat pembayaran pajak sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT.
Bingung Soal Restitusi? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882
Selain itu, pengembalian kelebihan pembayaran pajak juga bisa terjadi apabila ada kekeliruan pemotongan atau pemungutan yang menyebabkan Wajib Pajak membayar pajak dengan jumlah berlebih. Restitusi pajak sendiri dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Sederhananya, restitusi pajak adalah upaya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk mengembalikan kelebihan pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak. Tujuan restitusi pajak yaitu untuk mendorong kepatuhan masyarakat untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan.
Pembayaran pajak harus dihitung berdasarkan pemasukan, pengeluaran, serta aset yang dimiliki oleh setiap Wajib Pajak. Perhitungan pembayaran pajak tidak boleh lebih atau tidak boleh kurang. Restitusi pajak dapat dilakukan apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak PPN, PPh, atau PPnBM. Selain itu, restitusi pajak juga bisa dilakukan jika Wajib Pajak tidak mempunyai utang pajak lainnya.
Dasar Hukum Restitusi Pajak
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi pajak bisa diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Wajib Pajak. Sebelum mengajukan restitusi pajak, Wajib Pajak harus mengetahui apa saja syarat, tata cara, dan ketentuan dalam proses ini. Restitusi pajak sendiri memiliki dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaannya di Indonesia. Nah, berikut ini adalah beberapa dasar hukum restitusi pajak di Indonesia:
Baca Juga : Pengembalian Pajak
1. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 39/PMK.03/2018
Salah satu dasar hukum restitusi pajak di Indonesia adalah Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 39/PMK.03/2018. Peraturan ini membahas mengenai berbagai pihak yang pantas mendapatkan restitusi pajak. Berdasarkan Pasal 2, setidaknya terdapat tiga jenis Wajib Pajak yang bisa mendapatkan hak untuk mengajukan restitusi pajak. Berikut ketiga jenis Wajib Pajak tersebut.
a. Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu
Pada Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 39/PMK.03/2018, dijelaskan bahwa kriteria Wajib Pajak yang mendapatkan hak restitusi adalah Wajib Pajak yang tepat waktu saat menyampaikan SPT, tidak memiliki tunggakan pajak untuk seluruh jenis pajak, serta tidak pernah dipidana terkait kasus di bidang perpajakan.
b. Wajib Pajak dengan Persyaratan Tertentu
Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 39/PMK.03/2018 memuat empat persyaratan Wajib Pajak yang bisa mendapatkan hak pengajuan restitusi pajak. Salah satunya adalah Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan pekerjaan bebas atau usaha yang menyampaikan SPT tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling tinggi sebesar Rp100.000.000,-.
c. Pengusaha Kena Pajak yang Berisiko Rendah
Pengusaha kena pajak yang berisiko rendah juga bisa mendapatkan hak untuk mendapatkan restitusi pajak. Namun, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh pengusaha tersebut. Beberapa kriteria tersebut adalah perusahaan dengan saham yang diperdagangkan pada bursa efek, telah resmi ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan, memiliki tempat untuk kegiatan produksi, dll.
2. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Restitusi pajak juga diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang tersebut telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2017. UU KUP ini terdiri dari beberapa pasal yang memuat ketentuan restitusi pajak, yaitu Pasal 17 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 17B ayat 1 – 4.
Pada intinya, Pasal 17 UU KUP tersebut berisi mengenai dasar-dasar hukum bahwa pengembalian pembayaran kelebihan pajak atau restitusi telah diatur dalam Undang-Undang. Sementara itu, hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan pengembalian serta mekanisme restitusi pajak dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 17A hingga Pasal 17E. Berikut penjelasan beberapa pasal tersebut:
a. Pasal 17 Ayat 1
UU KUP Pasal 17 Ayat 1 memuat aturan mengenai kewajiban Direktorat Wajib Pajak untuk memeriksa dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila terdapat jumlah kredit pajak yang dibayar lebih besar dibanding jumlah pajak yang terutang. SKLB dapat diterbitkan untuk PPh, PPN, dan PPnBM yang jumlahnya tidak sesuai dengan total pajak terutang.
b. Pasal 17 Ayat 2
Aturan ini memuat terkait ketentuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan pengajuan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan SKPLB setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak jika terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang seharusnya tidak terutang.
c. Pasal 17B Ayat 1
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak dengan jangka waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak surat permohonan dari Wajib Pajak diterima secara lengkap.
3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.03/2005
Dasar hukum ini memuat tentang tata cara pembayaran kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap permohonan yang diajukan oleh Wajib pajak. Salah satu tata cara restitusi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus dilakukan paling lama satu bulan yang dihitung sejak SKPLB diterbitkan.
Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan ini juga memuat mengenai jenis restitusi atau kelebihan pembayaran pajak yang dapat diproses lebih lanjut. Sementara itu, pada Pasal 3 disebutkan bahwa pengembalian kelebihan pembayaran pajak wajib diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak yang terdapat di pusat maupun di cabang-cabangnya.
Cara Restitusi Pajak
Perlu diketahui bahwa ada dua proses pengajuan pengembalian kelebihan pajak, yaitu pengembalian pendahuluan dan restitusi biasa. Untuk jenis pengembalian pendahuluan, biasanya prosesnya lebih cepat karena proses ini hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak tanpa perlu melakukan pemeriksaan.
Sementara itu, pengembalian melalui restitusi biasa harus melalui proses pengembalian pendahuluan serta pemeriksaan. Artinya, proses pengajuan pengembalian melalui restitusi biasa akan memakan waktu lebih lama. Umumnya, jangka waktu pemeriksaan adalah terhitung 12 bulan sejak semua kelengkapan surat permohonan diterima oleh pihak terkait.
Restitusi pajak sendiri dapat diajukan apabila Wajib Pajak memenuhi kondisi penyebab tertentu. Penyebab restitusi yang dapat diproses yaitu apabila terjadi pembayaran pajak oleh Wajib Pajak padahal tidak memiliki utang pajak. Selain itu, restitusi pajak juga dapat diajukan jika jumlah pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak lebih besar dari jumlah yang sebenarnya.
Apabila dua kondisi penyebab restitusi pajak itu terjadi, maka Anda bisa mengajukan pengembalian pembayaran kelebihan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Perhitungan restitusi pajak dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, tata cara restitusi pajak bisa dilakukan dengan mengikuti prosedur berikut ini:
Baca Juga : Jasa Perhitungan PPH 21 | Tips Memilih Jasa Perhitungan Pajak
1. Kunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat dan sampaikan maksud Anda perihal keinginan untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi kepada Direktorat Jenderal Pajak.
2. Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap laporan yang Anda sampaikan. Setelah melakukan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) untuk:
- PPN (Pajak Pertambahan Nilai) : Jika PPN telah memungut pajak terutang kepada Wajib Pajak, maka sebelum pengembalian jumlah pajak akan dikurangi dengan pemungutan tersebut.
- PPh (Pajak Penghasilan) : Jika terdapat kelebihan jumlah kredit pajak dari pajak terutang serta adanya pembayaran pajak tanpa pajak terutang.
- PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah): Jika terjadi pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang tidak seharusnya terutang atau jumlahnya lebih banyak dari jumlah pajak terutang.
3. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) oleh Direktorat Jenderal Pajak dilakukan pada bulan ke 12 setelah penerimaan surat permohonan lengkap dari pihak Wajib Pajak. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak bisa membuat keputusan terhadap ketetapan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan tertentu.
4. Apabila Direktorat Jenderal Pajak tidak kunjung menerbitkan keputusan setelah jangka waktu 12 bulan, maka artinya permohonan Wajib Pajak telah dikabulkan. Paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir, Direktorat Jenderal Pajak akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
5. Wajib Pajak akan mendapatkan imbalan bunga sebanyak 2% per bulan jika Direktorat Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Bunga tersebut diberikan terhitung sejak jangka waktu berakhir hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Bingung Soal Restitusi? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882
Contoh Kasus Restitusi Pajak
Ada banyak contoh kasus pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang terjadi di Indonesia dengan penyebab yang berbeda. Baik kasus yang dialami Wajib Pajak perorangan maupun badan usaha. Setiap kasus tersebut tentu dapat diselesaikan dengan tata cara berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing.
Ada beberapa penyebab timbulnya restitusi atau pengembalian pajak. Salah satunya adalah adanya kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Misalnya, Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak terutang atau seharusnya tidak terutang. Untuk lebih memahami hal tersebut, perhatikan contoh kasus restitusi pajak berikut ini:
Baca Juga : Apa Itu Pajak Perseroan? Ini Penjelasan Lengkapnya
1. Pembayaran Pajak Perusahaan Lebih Besar Daripada yang Terutang
PT Maju Sukses Bersama telah melakukan kewajiban pembayaran pajak PPN untuk periode pajak bulan Februari 2022 sebesar Rp3.000.000,-. Namun, kemudian diketahui bahwa total PPN yang seharusnya dibayar atau terutang oleh PT Maju Sukses Bersama untuk periode Februari 2022 hanya sebesar Rp2.500.000,- saja.
Berdasarkan kasus tersebut, maka terdapat kelebihan pembayaran pajak PPN oleh PT Maju Sukses Bersama kepada Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp500.000,-. Atas adanya kelebihan pembayaran pajak tersebut, maka PT Maju Sukses Bersama bisa mengajukan pengembalian pembayaran pajak dengan cara membuat permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
2. Pembayaran Pajak Atas Transaksi yang Telah Dibatalkan
Saskia Putri Maelinda telah melakukan penjualan aset berupa tanah kepada Tanto Aprianto. Dalam hal ini, Saskia Putri Maelinda juga telah menjalankan kewajiban membayar pajak PPh sesuai Pasal 4 Ayat 2 sebesar Rp15.000.000,-. Namun, transaksi penjualan aset tanah tersebut ternyata harus dibatalkan karena suatu hal dengan akta pembatalan yang dibuat oleh notaris.
Pada kasus ini, Saskia Putri Maelinda telah melakukan pembayaran pajak PPh atas transaksi yang telah dibatalkan, sehingga seharusnya menjadi tidak terutang pajak. Maka dari itu, pembayaran pajak sesuai Pasal 4 Ayat 2 dengan jumlah Rp15.000.000,- tersebut bisa diminta kembali. Caranya adalah dengan mengajukan permohonan restitusi atas pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Bingung Soal Restitusi? Hubungi Jasa Konsultan Pajak Sekarang Juga! Whatsapp : 081350882882
3. Pembayaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang Lebih Besar
Restitusi pajak juga bisa diajukan apabila Wajib Pajak membayar PPnBM dengan jumlah lebih besar dari yang seharusnya dibayar. Contoh restitusi pajak adalah saat seseorang membeli barang mewah berupa mobil. Berdasarkan perhitungan, orang tersebut akhirnya harus membayar PPnBM senilai Rp25.000.000,-.
Ternyata, perhitungan pajak atas barang mewah tersebut mengalami kesalahan. Seharusnya, pajak yang terutang hanya sebesar Rp22.000.000,- saja. Artinya, terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp3.000.000,-. Pada kasus ini, maka wajib pajak bisa mengajukan permohonan restitusi pajak atas perhitungan PPnBM yang keliru tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan tata cara yang dimuat dalam Undang-Undang.
4. Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) yang Tidak Sesuai
Permohonan pengembalian pembayaran pajak juga bisa dilakukan apabila Anda merasa telah membayar Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dengan jumlah lebih besar dari jumlah yang terutang. Contoh kasusnya adalah ketika Anda diminta untuk membayar pajak sebesar Rp250.000,- atas penghasilan yang didapatkan dalam waktu satu bulan.
Ternyata, berdasarkan perhitungan yang tepat jumlah kredit pajak PPh tersebut lebih besar dari jumlah pajak penghasilan yang seharusnya terutang, yaitu hanya Rp200.000,-. Berdasarkan kasus tersebut, maka ada kelebihan pembayaran PPh sebesar Rp50.000,-. Wajib Pajak dapat mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak agar bisa diproses lebih lanjut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kesimpulan
Menjalankan kewajiban membayar pajak pribadi maupun perusahaan memang harus teliti dan detail agar tidak mengalami kesalahan. Seringkali Wajib Pajak mengalami kerugian atas pembayaran pajak yang berlebih karena minimnya pengetahuan akan aturan perpajakan. Maka dari itu, menggunakan jasa konsultan pajak terpercaya seperti https://proconsult.id/ sangat disarankan. Dengan menggunakan jasa konsultan pajak, maka Anda tidak lagi mengalami kesulitan dalam menyelesaikan kewajiban perpajakan.