Ini Tarif PPH Pasal 31e Ayat 1 dan Cara Menghitungnya

Berapa Tarif PPH Pasal 31E Ayat 1? Informasi mengenai hal ini penting untuk diketahui, terutama untuk pengusaha dengan peredaran bruto mencapai Rp 50 miliar rupiah. Informasi mengenai tarif PPh ini seringkali mengalami perubahan di setiap tahunnya sehingga penting untuk selalu update informasi. Untuk lebih jelasnya bisa menghubungi konsultan pajak Jakarta dan instagram @alberthmandau.

Tarif PPH Pasal 31e Ayat 1 itu sendiri merupakan peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh pemerintah. Dimana dalam pasal ini pemerintah memberlakukan insentif bagi Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yaitu pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 50% dari tarif PPh UU PPh Pasal 17.

Bingung Soal Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Mengetahui informasi tentang tarif PPh Pasal 31e Ayat 1 akan mempermudah wajib pajak badan untuk melakukan penghitungan pajak. Bagi Anda yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai hal ini, simak ulasan lengkapnya dibawah ini.

Apa Itu PPh Pasal 31e Ayat 1?

Apa Itu PPh Pasal 31e Ayat 1?

Sumber foto : Klikpajak.id

PPh pasal 31e ayat 1 adalah salah satu Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) yang di dalamnya mengatur tentang Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto mencapai Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengaturan tarif sebesar 50% dari tarif normal sebesar 28% (tahun 2009) dan 25% (tahun 2010) yang dikenakan atas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000.000.

Pengertian peredaran bruto yang dimaksud dalam Pasal 31E Ayat 1 UU Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa semua penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha dan juga luar kegiatan usaha setelah dikurangi dengan retur maupun pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan juga memelihara penghasilan. Baik itu penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:

  • Penghasilan yang dikenai Pajak penghasilan (PPh) bersifat final.
  • Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) tidak bersifat final.
  • Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

Baca Juga : Rincian Tarif PPh Pasal 21 dan Simulasi Perhitungannya

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengertian PPh pasal 31e ayat 1, sebaiknya terlebih dahulu perlu mengetahui bagaimana tarif pajak penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No 17 Tahun 2000. Berikut ini adalah tabelnya:

Lapisan Penghasilan kena Pajak Tarif Pajak
s.d Rp 50.000.000 10%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000 15%
Do atas Rp 100.000.000 30%

Tarif pajak ini kemudian mengalami perubahan dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No 7 tahun 1983 dengan alasan sebagai berikut:

  • Tarif tunggal sejalan dengan prinsip netralitas padan pengenaan pajak atas badan.
  • Penurunan tarif secara bertahap untuk meningkatkan daya saing dengan negara lain sehingga bisa menarik investasi luar negeri.

Oleh karena itu, perubahan tarif progresif menjadi tarif tunggal membuat pemerintah mengeluarkan pasal 31E. Fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) terkait bukan sebuah pilihan. Wajib pajak (WP) dalam negeri yang memiliki akumulasi peredaran bruto hingga Rp 50.000.000.000 wajib mengetahui ketentuan pengurangan tarif pajak. 

Dengan demikian jika suatu badan dalam negeri memiliki peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 50 miliar rupiah maka penghitungan PPh Badan akan dilakukan dalam 2 bagian, yaitu sebagai berikut:

  • Untuk penghasilan kena pajak bagian peredaran bruto hingga Rp 4,8 miliar rupiah akan dikenakan tarif sebesar 50% x 25%.
  • Sementara bagian kena pajak sisanya akan dikenakan tarif sebesar 25%.

Adapun alasan pemerintah memberikan insentif ini dikarenakan:

  • Untuk mendukung program pemerintah dalam rangka pemberdayaan UMKM.
  • Mengurangi beban pajak bagi Wajib Pajak (WP) badan UMKM karena penerapan tarif tunggal PPh Badan.

Buku Petunjuk PPH Pasal 31e Ayat 1

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-66/PJ/2010, ketentuan penerapan tarif Pasal 31e UU PPh adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 31e ayat 1 dilaksanakan dengan self assessment pada saat penyampaian SPT tahunan Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak badan sehingga wajib pajak badan dalam negeri tidak perlu lagi menyampaikan permohonan untuk bisa mendapatkan fasilitas tersebut.

2. BUT merupakan subjek pajak luar negeri sehingga tidak mendapatkan fasilitas seperti pengurangan tarif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh.

3. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar rupiah adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima ataupun diperoleh wajib pajak badan dalam negeri untuk bisa mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh.

4. Peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh merupakan semua penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan juga pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan sebelum dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih serta memelihara penghasilan. Baik itu yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi:.

  1. Penghasilan yang dikenai Pajak penghasilan (PPh) bersifat final
  2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) tidak bersifat final
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak

Bingung Soal Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

5. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh bukan merupakan pilihan sehingga bagi wajib pajak badan dalam negeri yang mempunyai akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf diatas sampai Rp 50 miliar rupiah, tarif PPh yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri tersebut wajib mengikuti ketentuan pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh.

6. Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh ini berlaku untuk penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang atas penghasilan kena pajak yang berasal dari penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final.

7. Untuk menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun berjalan, WP badan dalam negeri yang sudah memenuhi persyaratan fasilitas pengurangan tarif PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh wajib menggunakan tarif PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31e Ayat 1 UU PPh.

Tarif PPH Pasal 31e Ayat 1

Tarif PPH Pasal 31e Ayat 1

Sumber foto : Gadjian.com

Pertama, untuk badan usaha yang memiliki pendapatan bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar rupiah per tahun atau disebut dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 dikenakan tarif PPh final yaitu PPh Pasal 2 Ayat 2 dengan penghitungan pajak 0,5% dikalikan dengan seluruh pendapatan bruto dari hasil usaha.

Kedua, badan usaha yang memiliki pendapatan bruto lebih dari Rp 50 miliar rupiah per tahun, PPh badan dikenakan tarif pajak tunggal 25% dikalikan dengan aba bersih sebelum pajak. Laba bersih sebelum pajak diperoleh dari laba kotor dikurangi dengan biaya-biaya usaha yang diperbolehkan secara fiskal.

Ketiga, badan usaha yang memiliki pendapatan bruto antara Rp 4,8 miliar sampai dengan Rp 50 miliar, sesuai dengan pasal 31e Ayat 1 UU PPh. Badan tersebut akan dikenakan dua tarif yaitu tarif 12,5% untuk PPh yang mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar) dan tarif 25% untuk PPh yang tidak mendapatkan fasilitas (pendapatan bruto Rp 4,8 miliar sampai Rp 50 miliar rupiah).

Baca Juga : Penurunan tarif PPh Badan

Saat ini terdapat dua pilihan tarif pajak penghasilan yaitu tarif PPh final 0,5% atau tarif PPh umum 22% (tahun 2020-2021). Untuk pengusaha yang masuk ke dalam kriteria tertentu bisa menggunakan tarif pajak 0,5% dari omset. Akan tetapi, untuk golongan lain yang tidak memenuhi kriteria maka tarif pajak yang digunakan ialah 22% (tahun 2020-2021) atau 20% (tahun 2022 dst).

Wajib pajak dengan tarif PPh umum juga akan mendapatkan fasilitas pengurangan pajak (Pasal 31E PPh) yaitu sebesar 50% sehingga tarifnya menjadi 11% (tahun 2020) atau 10% (seterusnya di tahun 2022) atas Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Sedangkan untuk Penghasilan Kena Pajak diatas 4,8 M dikenakan tarif PPh umum.

Dengan demikian untuk WP dengan tarif PPh umum yang memiliki omset dibawah Rp 4,8 Miliar berarti akan dikenakan tarif sebesar 22% untuk PPh tahun 2021 apabila UU ini berlaku. Apabila sebuah perusahaan untuk PPh tahun 2020 membayar pajak sebesar Rp 50 juta rupiah per tahun maka untuk tahun berikutnya harus membayar pajak 2 kalinya yaitu sebesar Rp 100 juta rupiah.

Cara Menghitung PPH Pasal 31e Ayat 1

Supaya lebih mudah memahami PPh Pasal 31E Ayat 1 maka perlu diberikan contoh. Berikut ini contoh perhitungan PPh Pasal 31e Ayat 1:

Contoh 1

Peredaran Bruto PT Maju Sejahtera dalam tahun pajak 2020 senilai Rp 4 miliar rupiah dengan Penghasilan Kena Pajak senilai Rp 450.000.000. Maka, penghitungan pajak penghasilan terutang adalah:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diterima dari Peredaran Bruto terkait dibebankan tarif senilai 50% dari tarif PPh badan yang diberlakukan karena jumlah peredaran bruto PT Maju Sejahtera tidak melebihi Rp 4,8 miliar rupiah:

50% x 25% x Rp 450.000.000

= Rp 56.250.000

Contoh 2

Diketahui Peredaran Bruto PT Makmur dalam tahun pajak 2020 sebesar Rp 30 miliar rupiah dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3 juta rupiah. Maka penghitungan Pajak Penghasilan terutang yaitu:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang menerima fasilitas:

(Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000

= Rp 480.000.000

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak mendapatkan fasilitas yaitu:

Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 =Rp 2.520.000.000

50% x 25% x Rp 480.000.000 = Rp 60.000.000

25% x Rp 2.520.000.000 = Rp 603.000.000

Jadi, jumlah pajak penghasilan terutang sebesar Rp 663.000.000

Bingung Soal Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

Contoh 3

Peredaran bruto PT Sejahtera dalam tahun pajak 2020 senilai Rp 20.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 2.000.000. Jumlah Penghasilan Kena Pajak peredaran bruto yang mendapat fasilitas adalah:

(Rp 4.800.000.000 : Rp 2.000.000.000) x Rp 2.000.000.000 = Rp 480.000.000

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak menerima fasilitas adalah:

Rp 2.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 1.520.000.000

Maka, (50% x 25%) x Rp 480.000.000 = Rp 60.000.000

25% x Rp 1.520.000.000 = Rp 380.000.000

Jumlah Pajak Penghasilan Terutang adalah Rp 60.000.000 + Rp 380.000.000 = Rp 440.000.000

Tips Memilih Jasa Konsultan Pajak

Tips Memilih Jasa Konsultan Pajak

Sumber foto : Sleekr.co

Peraturan tentang perpajakan seringkali mengalami perubahan. Namun, perubahan yang terjadi seringkali tidak diketahui oleh wajib pajak. Akibatnya penghitungan, pembayaran serta pelaporan pajak sering terjadi kesalahan. Supaya hal ini tidak terjadi disarankan untuk menggunakan jasa konsultan pajak. Menggunakan jasa konsultan pajak membuat informasi mengenai pajak selalu diketahui. Berikut tips-tips memilih jasa konsultan pajak:

1. Pilih Konsultan Pajak yang Sudah Menjadi Anggota Asosiasi Konsultan Pajak

Tips pertama Anda sebaiknya memilih jasa konsultan pajak yang sudah menjadi anggota Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. Hingga saat ini masih ada 3 asosiasi yang terdaftar di DJP, yaitu:

  • Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).
  • Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP21).
  • Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia.

Baca Juga : Apa Itu PPh 21? Ini Tarif dan Rumus Perhitungannya

2. Pilih Konsultan Pajak yang Memiliki Kompetensi Pajak

Kompetensi pajak menjadi syarat dasar yang harus dimiliki konsultan pajak. Dimana kompetensi konsultan pajak dibuktikan dengan sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan KP3SKP. Sebelum memiliki sertifikat ini, konsultan pajak harus lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). Ada tiga jenjang pada sertifikat konsultan pajak, yaitu:

  • Sertifikat A berarti  konsultan pajak yang memiliki keahlian dalam memberikan jasa di bidang perpajakan untuk WP orang pribadi di dalam negeri.
  • Sertifikat B berarti konsultan pajak tersebut memiliki keahlian di bidang pajak untuk WP orang pribadi dan badan di dalam negeri. Selain Bentuk Usaha tetap dan juga penanaman Modal Asing.
  •  Sedangkan sertifikat C berarti konsultan pajak memiliki keahlian di bidang perpajakan untuk WP orang pribadi dan badan tanpa terkecuali.

3. Patuh Kepada Undang-Undang Perpajakan yang Berlaku

Tidak semua konsultan pajak di Indonesia yang patuh terhadap UU perpajakan. Konsultan pajak seperti ini sebaiknya tidak dipilih karena kinerjanya tidak jujur. Konsultan pajak yang baik dan jujur pasti akan meminta kliennya untuk melakukan tax avoidance (Penghindaran Pajak secara Legal) daripada melakukan tax evasion (penggelapan pajak).

Jika ada konsultan pajak yang menawarkan untuk melakukan penggelapan pajak sebaiknya dihindari. Alasannya karena penggelapan pajak merupakan perbuatan melanggar hukum. Jika ketahuan akan sangat merugikan untuk kedua belah pihak. Konsultan pajak yang terbukti melakukan penggelapan pajak, izin prakteknya akan dicabut.

4. Pilih Konsultan Pajak yang Memiliki Izin Praktik

 Konsultan pajak yang sudah profesional pasti sudah memiliki izin praktik. Izin praktik yang dimiliki menunjukkan jika konsultan pajak tersebut sudah legal. Izin praktek tersebut dikeluarkan oleh DJP dan hanya berlaku selama 2 tahun saja. Dalam memilih jasa konsultan pajak disarankan untuk memilih yang sudah memiliki izin praktik.

Bingung Soal Pajak? Hubungi Jasa Konsultan Pajak di Nomor Whatsapp : 081350882882

5. Memiliki Track Record yang Jelas

Tips terakhir yaitu pilihlah jasa konsultan pajak yang sudah memiliki track record atau rekam jejak yang baik. Anda bisa mendapatkan informasi mengenai rekam jejak konsultan pajak melalui teman atau perusahaan yang pernah menggunakan jasanya. Informasi mengenai hal ini juga bisa didapatkan dengan membaca review para klien yang pernah menggunakannya di media sosial.

Kesimpulan

Diatas sudah dijelaskan dengan lengkap mengenai PPh Pajak Pasal 31e Ayat 1, mulai dari pengertian, tarifnya hingga cara menghitungnya. Dengan begini maka Anda menjadi lebih mudah untuk memahaminya.

Jika Anda ingin mendapatkan penjelasan lengkap mengenai tarif PPh Pasal 31e Ayat 1 disarankan untuk menjalin kerja sama dengan jasa konsultan pajak. Adapun jasa konsultan pajak yang direkomendasikan adalah Proconsult.id. Proconsult.id merupakan jasa konsultan pajak yang sudah profesional dan pengalaman.